Pernahkah saya bercerita tentang nenek saya yang di Kalibata yang meninggal di persiapan baralek kemaren? saya singgung di postingan ini http://wedding.icit.web.id/mencari-kain-1/. Naaah, ini cerita nenek yang lain yaitu ibunya Bapak yang biasa saya panggil “Umi”.

Jadi ya, akhirnya tibalah saat saya pulang untuk menjelang pernikahan yang tentu saja pulang kampung dengan sumringah seperti biasa, tapi sesampainya di rumah saya sempat tertegun melihat undangan satu box besar yang belum dibagikan. Iyak, hampir semua belum dibagikan.
Memang, saya tau Umi sedang sakit parah dan sudah 10 hari -terhitung waktu saya nyampe rumah- dia dirawat di rumah sakit yang membuat konsentrasi orang di rumah terpecah-pecah. Gak mungkin nodong bapak dengan racauan nyebarin undangan waktu itu. Saya tau dia capek, selain capek karena bolak-balik ke rumah sakit mengurus segala keperluan itu juga capek pikiran secara ibu yang sangat dia sayangi sedang sakit parah. Hal itupun membuat staminanya ngedrop, bikin sakit dan cepat lelah.

Saya pun tidak bisa konsentrasi, Umi satu-satunya nenek saya sekarang, betapa Umi sangat menyayangi cucu-cucunya bikin kita semua sedih. setiap ada telpon dari rumah sakit pun merasa was-was. Tapi ada yang bilang pada saya bahwa kedua-duanya ini harus tetap dijalani. Menjaga kesehatan Umi dan mempersiapkan acara baralek dengan baik. Gimana gak bikin galau cobak :(

Umi memang udah sepuh, berumur 88 tahun. Tapi dia secara fikiran masih sehat banget. Ketika dijenguk masih ngajak ngobrol walau sambil tiduran aja. Umi juga masih mikirin tentang acara pesta yang sebagian akan melibatkan rumah Umi sebagai Rumah Bako.

Namun Bapak toh tidak sepenuhnya tidak melihat ke undangan ini, sesekali dia datang dengan list-list baru. Saya yang mencoba menyibukkan diri dengan ngeprint label nama juga kadang dia tengokin. Kemudian disela-sela istirahat dari rumah sakit dia sempatin memilah-milah undangan perlokasi, seolah-olah mencoba meminimalisir kekhawatiran saya tentang akankah semua akan berjalan baik-baik saja *peluk undangan

Sedikit demi sedikit undangan keluar dari rumah, itu pun ke lokasi yang dilewati menjelang ke rumah sakit. Untuk undangan di tempat yang agak jauh sepertinya sudah diputuskan begitu saja tidak bakalan sampai. Dan Bapakpun menyempatkan diri mengirim sms pengganti undangan.

Akhirnya pas tanggal tahun baru jam 4.30 nyokap ngebangunin sewaktu tidur dan bilang Umi sudah meninggal dunia. Kaget dan terpana, dan saya gak tau musti ngapain. Sebagian rendang dan masakan lain yang udah dipersiapkan untuk acara hari itu (malapeh urang mamanggia) dibawa ke rumah duka. Saya pun seharian melepas Umi di rumah duka itu, serta rencana fitting baju baralek yang direncanakan hari itu pun tidak jadi.

Oiya, tentang fitting baju baralek. Saya memang sama sekali gak lakukan. hahaha. Tapi ya gapapa deh, pasti bisa ajalah muat. Lha wong saya mepet gitu pulang kampungnya trus lagi kemalangan ya gimana. Pasrah aja deh.

Pelayat pun tak henti-henti berdatangan ke rumah Umi. pelayat Sebagai anak Umi yang paling tua juga bapak berperan sebagai penerima tamu yang utama. Dia seharian musti bolak-balik lagi ke rumah Umi. Undangan gimana cit? yak masih seperti itu peredarannya, berjalan sedikit demi sedikit.

tapi sedikit demi sedikit itu ternyata membuahkan hasil. Sebagian besar sudah terdistribusi, walaupun masih ada yang gak sampai kayaknya itu sudah tergantikan dengan sms dan telpon langsung. Syukurlah.

Sekarang Umi sudah pergi. Saya sering mencuri pandang ke arah Bapak dan om-tante yang lain, mereka InsyaAllah ikhlas, kelihatannya. Umi sudah tenang di sana. Baik-baik di sana ya Umi… :') umi

Dan acara baralek tetap berjalan, tapi beberapa hal harus dimodifikasi. :')