Manusia sedang berperang dengan Covid19. Virus yang pertama kali muncul di Wuhan ini sedang mewabah di dunia dan sudah ditetapkan menjadi pandemic oleh WHO, manusia sedang tidak berkutik melawannya, belum ada vaksin dan belum dipastikan obatnya. Akibatnya kita disuruh mengurangi penyebarannya agar tidak menjadi semakin luas dan agar tenaga medis tidak kewalahan menanganinya. Dengan cara “di rumah saja”, menghindari kerumunan dan rajin bersih-bersih. Bahkan shalat jamaah di mesjid dan shalat Jumat dianjurkan untuk sementara tidak dilakukan.
Kondisi sekarang serasa di dalam mimpi buruk, sudah ingin cepat-cepat dibangunin rasanya. Kayak berada dalam film Contagion yang saya nonton beberapa tahun lalu. Ingin semua normal lagi, bisa beraktifitas seperti biasa. Anak bisa sekolah, saya bisa ngafe, ngerjain tesis, asistensi sama dosen, jadwalin sidang, dll. Ingin hidup ini dilalui tanpa waswas dan deg-degan setiap.
Ngomong-ngomong soal sidang ujian, sebenarnya saya sudah dijadwalkan oleh TU kampus untuk sidang hari Senin 2 minggu yang lalu. Sudah mengasisensikan ppt sidang juga sama dosen pembimbing di hari Sabtunya, biar mantap ceunah. Blazer udah disiapkan bahkan planing agar Senin itu berjalan normal sudah disusun. Tapi karena sesuatu dan lain hal, saya minta tunda dulu dan dosen setuju. Ternyata jadwal itu bersamaan dengan dimulainya anjuran stay at home di Bandung. ITB tidak melakukan tatap muka, kampus sepi dan semua metoda diganti secara online. Belajar disuruh dengan e-learning, sedangkan teman saya yang jadwal sidang diwaktu bersamaan juga melakukannya secara teleconfrence. Lucu juga jadinya. Wisuda bulan April praktis ditiadakan, entah apakah ada wisuda pengganti atau bagaimana, yang penting seremoni April tak akan ada. Mungkin juga akan berlaku untuk wisuda bulan Juli, masih menunggu bagaimana perkembangan penyebaran Covid19 ini.
Saya tidak tahu apakah penundaan sidang ujian ini sebenarnya punya timing yang pas atau tidak, tapi yang pasti kondisi saya sekarang lagi freeze. Belum mulai lagi memikirkan tesis ini, masih sibuk sama urusan “tinggal di rumah saja” biar anak dan saya tetap sehat dan happy. Masih ikhtiar menjaga agar kami tidak terpapar dengan si Kora-kora ini. Hush-hush pergi yang jauh ya virus…
Rencana untuk pulang kampung juga berantakan. padahal saya sudah jadwalkan di kampung agak lama ketika mudik lebaran nanti, mengingat saya tidak punya kegiatan yang berarti. Kemarin sudah mulai mencari-cari tiket ke Padang, tapi akhirnya ditunda dulu. Pemda Sumbar sudah menghimbau agar perantau jangan pulang kampung, dan saya akan mengikutinya. Rencana-rencana yang dibicarakan dengan suami juga jadi mentah. Dia yang juga merencanakan pulang kampung lebaran menjadi batal karna belum tentu bisa keluar dari Amsterdam atau malah gak boleh masuk ke Indonesia. Kita sudah memutuskan untuk tidak membuat planing dulu sampai beberapa bulan ke depan. Sedih kan? Sedih bangeeeeet.
Sebentar lagi Ramadhan. Ramadhan yang selalu identik dengan berjamaah, kumpul-kumpul dan saling sapa. Entah bagaimana nanti jadinya, tapi saya berharap pandemic ini cepat berhenti dan semua berjalan seperti biasa lagi. Kita pasti menang.