Papa…

Papa, my first love, akhirnya meninggalkan saya selama-lamanya. Rasanya ada yang ikut hilang dari jiwa. Ini memang takdir tapi tetap saja saya tak kuasa menghadapinya.

Papa meninggal dunia Sabtu kemarin, 31 Juli 2021 pukul 03.35 di Padang di ruang ICU Rumah Sakit M Jamil ketika masih pakai ventilator. Ternyata wabah ini ikut merenggutnya dari kami.

Kepergian ini sempat membuat mati rasa. Kesedihan ini bukan hanya karena menghadapi kenyataan bahwa kami tak bisa lagi bertemu, tapi juga karena kami tidak sempat berpamitan. Banyak hal yang ingin saya katakan. Tentang betapa sayangnya saya kepadanya, betapa bahagianya menjadi anaknya, betapa bangganya punya papa seperti dia dan kata maaf atas segala kesalahan selama usia saya menjadi anaknya. Banyak. Saya benar-benar belum siap dengan kepergiannya.

Selama dia sakit saya masih selalu optimis. Walaupun memang menjadi kecut ketika dokter menyarankan pasang ventilator. Papa adalah orang dengan semangat yang tinggi. Selalu ceria dan bahkan menularkannya ke orang lain. Saya selalu optimis dia bisa melewati ini. Hari-hari menunggu papa sembuh adalah hari-hari dengan doa terpanjang dan terdalam siang dan malam. Tapi ternyata virus itu sudah menyerang paru-paru papa sedemikian rupa.

Tapi saya, anaknya ini, bahkan tidak pulang untuk melepas fisiknya ke liang lahat. Saya memilih tidak pulang ya karena pandemi ini, punya anak berumur 2 bulan membuat saya memutuskan melepas dari jauh. Dan juga karena papa akan diprosesi dengan cepat saja jadi tidak akan memungkinkan saya bisa menemuinya. Dia dimandikan dan dikafani di rumah sakit, tanpa disemayamkan di rumah langsung dibawa ke pusara. Walaupun papa tetap dishalatkan oleh orang-orang di kampung karena semua orang ingin melepasnya dengan sebaik-baiknya.

Selamat jalan papa sayang. Saya akan ikhlas melepasmu mulai dari sekarang. Datanglah sekali-sekali di dalam mimpi. Dan mudah-mudahan saya, mami, keluarga besar kita, bisa berkumpul lagi di tempatmu yang saya yakin ada di surga.