Saya akan bercerita tentang teman SMA saya. Namanya Hakim. Dia adalah teman dekat saya selain Fikri, teman saya yang satunya.

Sebenarnya Hakim ini pernah satu SD dengan saya, tapi entah karena dia (atau orangtuanya) visioner, dia akhirnya pindah ke SD yang lebih ke kota dan lebih favorit. Kenapa visioner? karena tentu saja dengan pindah ke SD di kota itu akan membuat dia gampang melanjutkan ke SMP favorit di kota itu juga. Dulu masuk sekolah itu kan ada rayon-rayonnya. Sedangkan saya tetap melanjutkan SD kampung saya yang sangat sederhana.

Ketika SD sampai SMP saya tidak pernah dekat dengannya,cuma sekedar tau doang, walaupun rumah saya relatif dekat dengan rumahnya. Menjadi teman justru ketika SMA karena…..loh kok kita sekelas? Saya tak tau dia menganggap saya sedekat apa, tapi teman main saya di kelas adalah dia. Mungkin karena biasanya posisi bangku dia ada di belakang bangku saya atau sebaliknya.

Aslinya dia jenius. Ketika sekolah mengadakan tes IQ buat assesment penjurusan di kelas selanjutnya, dia adalah orang dengan hasil tes paling tinggi satu sekolah. Tapi jangan ditanya hasil prestasi sekolahnya, gak ada. XD

Kalau saya mau bandel di kelas, dia lah partnernya dan Si Fikri tentu saja. Main ketika guru mengajarkan sambil nahan cekikikan karena pasti mainnya membuat ingin tertawa. Kalau ada yang ketiduran di kelas, yang lain siap jadi guardian. Saya termasuk yang ditanyain guru kalau dia jarang masuk sekolah atau ada masalah lainnya. Padahal ya saya juga gak tau kenapa. Paling dia nongkrong di warung dekat SMP-nya dulu, mana saya tau buuuk.

Suka saling ngasih contekan saat ujian, sudah biasa. Dia andalan saya ketika ada ujian pelajaran olahraga dan dia boleh nanya ke saya apa saja.

Dari kelas 1 sampai kelas 3 saya selalu satu kelas dengannya, Si Fikri lebih memilih kelas IPS ketika kelas 3, sad. Yah tapi lumayan lah masih ada satu di antara mereka yang tetap bareng. Tapi ndilalahnya Si Hakim tambah bandel. Sering gak masuk yang berujung sekolah tidak lagi bisa mempertahankannya dan dia akhirnya harus keluar atau pindah sekolah.

Merasa sangat kehilangan, sedih sangat. Dia sepertinya pindah ke salah satu SMA di Kota Padang dan pindah-pindah ke beberapa sekolah yang lain, sepertinya. Entah mengulang lagi atau bagaimana saya tak tau persis.

Dan karena saya bukan tipe orang yang selalu mencoba keep in touch bahkan dengan teman sekalipun, saya jadi kehilangan berita-berita tentangnya. Hal ini juga didukung karena sarana komunikasi memang susah di waktu itu.

Ketika kuliah, sekali dua kali kadang dia menghubungi saya. Kalau dia menelpon saya kemungkinan ada yang mau dia ceritain, atau lagi pengen ngobrol aja atau apa lah. Palingan bercerita yang tak jelas juntrungannya.

Momen ketemu kalau kebetulan saya sama Fikri dan teman-teman lainnya lagi ngumpul ketika saya pulang kampung, biasanya saat lebaran. Atau ketika reuni yang biasanya dengan enggan dia ikuti tapi terpaksa karena dijemput oleh teman-teman ke rumahnya. Atau ya saya dengan terniat nyamperin ke rumahnya cuma buat liat nih orang masih eksis atau enggak.

Terakhir ketemu ketika saya pulang kampung entah tahun berapa. Saya samperin ke rumahnya karena sekian lama tidak bertemu. Terkejut melihat perubahan dia kala itu, badannya berisi, tidak lagi kurus cungkring seperti waktu bertemu sebelumnya. Dia bercerita hidupnya mulai berubah, sudah jauh lebih teratur. Dia masih enggan untuk selalu bisa dikontak, tapi berjanji suatu saat ketika hidupnya udah “beres”, dia akan menghubungi saya. Tapi sampai sekarang sih belum, entah lupa dengan janjinya atau bagaimana… XD