Hai hai…berjumpa lagi di blog ini. Udah 3 bulan berlalu dari postingan terakhir. Sebenarnya pengen update beberapa hal kemarin-kemarin, tapi karena bingung sama platform baru yang dipakaikan suami buat blog ini, urung deh #ngeles.

Abis nonton film di Netflix dengan judul Death to 2020 bikin jadi pengen cerita tentang 2020 saya juga. Omong-omong tentang film ini, ini film dokumenter tapi fiksi. Maksudnya gimana? tonton aja deh, lucu kok.

Januari awal tahun 2020, saya ditemani suami yang libur akhir tahun. Dia datang dari Amsterdam nyamperin saya ke Padang dari bulan Desember yang waktu itu ke Padang dalam rangka penelitian untuk tesis. Sesudahnya kita ke Bandung sama-sama. Menghabiskan tahun baru dengan….tidoooor.

Setiba di Bandung saya lanjut sibuk bikin tesis dan bimbingan-bimbingan sama dosen. Tapi dengan adanya suami yang menemani tentu jadi lebih menyenangkan. Tapi dia cuma 10 harian dia di Bandung, karena hanya libur akhir tahun.

Sesudah itu saya menghadapi dunia LDR lagi yang diwarnai dengan ngetik tesis, bimbingan, nganter anak sekolah, makan, tidur, nonton.

Februari saya memberanikan diri untuk mendaftar sidang. Tentu saja dengan sedikit “dipaksa” oleh dosen. Kalau tidak begitu, saya bakal gak maju-maju. Akhirnya saya melalui sidang pertama yaitu sidang pembahasan tesis. Sungguh deg-degan tapi saya cukup bangga dengan diri sendiri yang bisa melewatinya.

Walaupun sesudahnya belum bisa santai karena masih harus mempersiapkan sidang ujian beberapa minggu lagi.

Februari juga bulan ulang tahun Hisham. Biasanya syukuran ulang tahun di sekolahnya dilakukan bersama-sama sesama anak yang ulang tahun di bulan yang sama. Saya pun menyiapkan cake dengan karakter yang dia sukai waktu itu :Godzilla. Melihat mukanya happy melihat cake itu, saya juga jadi bahagia liatnya. :D

Maret…bulan yang sungguh sesuatu. Buat saya, kamu, kita semuaaaaa.

Maret ini saya dijadwalkan sidang ujian. Ketika dijadwalkan begini, saya menjadi kecut. Intinya saya tak mau lulus dengan cepat dan diwisuda di Bulan April. Alasan pertama karena saya gak mau ngantor cepat-cepat, kedua karena pasti bakal pusing mikirin sekolah anak kalau saya harus balik ke Jakarta sebelum tahun ajaran berakhir.

Walaupun masih dilanda keraguan, saya tetap berencana menjalaninya dan biar waktu yang menentukan. Blazer untuk sidang sudah saya persiapkan, tesis sudah saya sempurnakan, dan agar sidang saya berjalan lancar, saya memutuskan menitipkan anak ke Cimahi tempat tantenya.

Ketika mengantarkan anak ke Cimahi inilah…jeng jeng jeeeeeng., lockdown karena covid mulai diberlakukan. Saya memutuskan gak balik ke apartemen, biar ngumpul saja sama kakak dan ponakan-ponakan di Cimahi.

Dunia seperti masuk ke dimensi lain. Kampus tutup, semua tempat ditutup, ke swalayan buat beli keperluan dapur kayak mau berangkat perang, jalanan sepi. Anak-anak gak boleh keluar dan sekolah sudah belajar secara online. Benda apa saja yang datang dari luar rumah, musti semprot/cuci dulu. Sungguh terasa mencekam waktu itu.

Saya masih ada jadwal bimbingan terakhir sama dosen. Ketika bimbingan ini lah uneg-uneg yang mengganjal saya sampaikan. Tentang keinginan untuk menunda sidang dan segala macamnya. Akhirnya secara official, sidang saya ditunda. Ada perasaan lega, paling tidak beberapa beberapa permasalahan ada jalan keluarnya.

Saya balik ke Cimahi untuk melanjutkan lockdown.

April berjalan lambat. Diisi dengan menemani anak yang sekolah dari rumah dan memikirkan cara agar mereka tetap beraktifitas menghilangkan kebosanan. Saya juga sudah menutup laptop karena penundaan sidang.

Tapi di pertengahan April memutuskan balik ke apartemen. Bagaimanapun juga ternyata di rumah sendiri itu menyenangkan.

Mei, suami akhirnya memutuskan pulang ke Indonesia. Yaaaay happy sekali. Tentunya lebih baik lockdown sama keluarga daripada sendiri di Amsterdam. Toh kantornya full WFH. Saya senang sekali ada orang buat berbagi kecemasan di kala begini dan pikirannya juga tidak terbagi memikirkan dia di sana sendirian.

Ketika suami datang, kita memutuskan jaga jarak dulu dan akan mengisolasi diri selama 2 minggu. Kami sewa lagi 1 unit apartemen untuk isolasi sampai saatnya nanti kumpul lagi.

Mei juga bertepatan dengan bulan puasa. Jadi saya menyiapkan sahur dan berbuka buat dia juga. Sayangnya unit yang kita sewa untuknya beda tower dengan yang saya tepati. Jadinya ketika mau makan sahur, dia musti nyebrang tower dulu buat ambil makanan begitupun saat berbuka. Tapi melihat fisiknya dari dekat aja happy walaupun belum bisa pelukan XD Hisham juga mengerti dan sabar untuk menunggu. Ketika akhirnya bisa ngumpul lagi, sungguh melegakan.

Di bulan ini jugalah saya akhirnya dijadwalkan ulang buat sidang ujian. Saya memakai unit yang disewa untuk suami isolasi tadinya untuk tempat ujian sidang. Agar tenang dari suara bocah manggil-manggil emaknya. Dapat juga gelar master itu, sodara sodaraaaa.

Lebaran tahun ini juga sendu. Cuma bertiga di apartemen yang sudah sepi. Tanpa shalat ied karena suasana pandemi. Beli ketupat beberapa porsi biar berasa lebaran dikit, trus jalan-jalan aja di pinggir jalan Cihampelas yang lengang. Dinikmati saja luuuur.

Juni, kita memutuskan balik ke Jakarta, eh Tangsel. Sesudah survey bagaimana cara balik di saat situasi masih lockdown, akhirnya ketemu solusinya. Ini adalah perjalanan pertama dengan kendaraan umum sejak lockdown buat saya. Persiapannya udah kayak apa deh.

Kita akhirnya memutuskan untuk benerin kondisi rumah. Ganti atap yang pada bocor, nambal plafon, ganti ubin lantai, benerin pintu, dll. Cukup berfaedah ya sodara-sodaraaa.

Juli saatnya Hisham sekolah lagi. Akhirnya kita mendaftarkan dia di sekolah swasta di dekat rumah, yang ke sana tinggal jalan kaki. Tentu saja sekolahnya via online. Jadi kesibukan saya sehari-hari ya menemani dia sekolah saja, sedangkan suami di depan laptop pukul 9 pagi sampai 5 sore. Walaupun di kondisi tertentu, dia bisa tinggalin kalau saya butuh bantuan.

Saya bersyukur Hisham adalah anak yang gampang dikasih pengertian. Dia tidak merepotkan di tengah kondisi harus sekolah jarak jauh begini. Saya juga tidak mau menuntut apa-apa dengan aktifitas yang satu itu. Dia sudah mau bertahan dengan kondisi begini saja, saya sudah cukup senang.

Saya juga diwisuda di bulan ini. Ngerasain yang namanya wisuda virtual, mehehe. Tidak pakai toga, karena toganya belum dibagiin. Cuma hadir lewat zoom dan ngeliat nama ditampilkan di layar laptop. Tapi ya Alhamdulillah yaaa… udah lulus.

Agustus saya harus ngantor. Sebenarnya saya belum ikhlas keluar rumah di saat kondisi masih begini, tapi ya mau gimana lagi. Sekali-dua kali seminggu saya ke kantor, walaupun kadang vacum karena kondisi lockdown kalau lagi banyak yang positif di kantor atau kalau Jakarta lagi menarik “rem darurat”

Selain itu ya ngantor via zoom, diselingi menemani anak melakukan tugas sekolah, masak, dll. Saya juga menambah aktifitas dengan jalan 10ribu langkah yang lumayan rajin saya jalani.

September, ada apa ya di September? Gak ada yang berarti. Padahal ini bulan ulang tahun saya, tapi ya mau ngapain juga sih. :)))

Oktober, di bulan ini saya akhirnya ngeh kalau hamil lagi. Sebenarnya udah feeling, tapi masih takut-takut aja gitu kalau ternyata enggak jadi. Sempat trauma karena pernah miscarriage. Ngecek ke dokter dan dokter sudah memastikan.

Nopember berlalu dengan lambat. Hamil ini ternyata bikin gak fit di pagi hari. Kondisi paling mual saya adalah pagi menjelang siang. Selain mual itu ternyata juga jadi gampang capek. Kalau gak ada kesempatan tiduran di siang hari, maka sore akan terasa kelelahan sekali. Tapi syukurnya tidak sampai di fase muntah terus-terusan. Muntah paling sekali dua kali kalau udah di tahap sakit kepala.

Desember adalah bulan kegalauan karena suami harus balik ke Amsterdam. Sebenarnya dia sudah dapat kompensasi 2 bulan dari keharusan kembali ke Belanda yang mustinya di bulan Oktober lalu. Kantornya pun sebenarnya masih menerapkan WFH secara penuh, tapi ya karena kewajiban imigrasi, jadi musti balik deh.

Bisa berharap saja semoga bisa balik secepatnya dan yang terpenting dia di sana tetap sehat dan happy begitupun saya dan anak di sini.

Begitulah cerita 2020 saya. Dipenuhi dengan aktifitas di rumah saja dan bertahan. Alhamdulillah bisa dilalui dengan waras dan sehat. Dan semoga tahun 2021 masih sama, waras dan sehat.

Semoga pandemi ini segera berlalu. AMIN YA ALLAH!