Beruntung jika masih bertemu dengan pelaku atau penyaksi sejarah, iya seperti saya misalnya masih bertemu dengan mas Iman Brotoseno yang tau sekali dengan sejarah bung Karno secara personal. Dari kejadian yang dia liat sendiri ataupun cerita dari orangtuanya yang tergolong kenal dengan bung Karno. Dan syukur sekali mas Iman ini mau menceritakan kepada orang lain tentang apa yang dia tau. Memang bukan dari versi sejarawan yang biasanya lebih kaku dan akademis itu sih. Tapi dia tau bagaimana kehidupan bung Karno secara lebih intim, istri-isrinya, konflik keluarga dan gosip-gosip sekitar beliaulah dan bagaimana dia memandang bung Karno memang sebagai sosok yang diidolakan.

Sebenarnya apa sih maksud saya di sini?
Jadi gini, misalnya saya nih, juga mendapat cerita bung Karno versi lain. Dari “kakek” saya (bukan kakek kandung). Dia juga penyaksi sejarah. Dia hidup di zaman itu. Merasakan sendiri zaman PRRI dan zaman “kejayaan” PKI, pokok zaman gejolak naik turunnya kehidupan indonesia sesudah zaman susah dulu (walaupun sekarang masih susah). Dia adalah juga korban dari pemerintahan jaman dulu. Apa kesimpulan saya? Dia tidak menyukai bung Karno sama sekali. Saya disuguhi cerita yang tidak mengenakkan yang dia alami zaman itu serta lengkap dengan opini-opini dia tentang apa yang terjadi. Juga tentu saja ditambah dengan beberapa buku yang dia sodorkan ke saya tentang itu.

Kemudian saya terpikir, saya yang mendapat cerita “dari tangan pertama” saja masih sering bingung dengan sejarah bangsa saya sendiri. Banyak versi yang saya temukan. Dari cerita langsung atau juga dari buku-buku yang saya baca, apalagi anak-cucu saya nanti (jiee anak-cucu). Itulah menurut saya bahwa penting untuk menghadirkan cerita sejarah sejujur-jujurnya, tanpa rekayasa, tanpa didomplengi kepentingan-kepentingan. Begitu loh ordebaru! (loh kok bawa-bawa orde baru). Ya maklumlah ya, secara bertahun-tahun dicekokin film G30SPKI zaman ordebaru, terus sesudah era reformasi datang bertubi-tubi cerita simpang siur bahwa adanya rekayasa-rekayasa sejarah zaman revolusi dulu. Belum lagi informasi yang bisa didapat dari mana saja ini, memang bikin kita harus bijaksana memilah-milahnya di kepala.

Tapi kalau untuk bung Karno, saya tau bahwa terlepas dari bahwa manusia tidak ada yang sempurna, dia mempunyai cita-cita luhur untuk bangsanya. Begitu sajalah dulu kesimpulan singkatnya.

Nanti kebayang saja ketika anak saya bertanya dengan percakapan begini :
Anak saya : cerita dong buk tentang bung Karno.
Saya : menurut bapak Anu, bung Karno itu bla..bla..bla, tapi kalau menurut bapak Ono bung Karno itu bla…bla..bla…
Anak saya : loh, jadi bung Karno itu sebenarnya gimana sih buk?
Saya : random tuip…

Demikian…
Terimakasih @kopdarbudaya yang sudah menghadirkan diskusi sejarah bung Karno 🙂

Nb : foto dipinjam dari sini